Thursday, December 13, 2012

Sahabat Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam Akan Diusir dari Telaga?

Diantara syubhat-syubhat yang dilancarkan oleh kaum Syi’ah dalam rangka mendiskreditkan generasi awal Islam adalah dengan menampilkan hadits-hadits dari literatur Ahlus Sunnah yang matannya menurut pemahaman mereka tertuju kepada para “sahabat sejati” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Diantara hadits-hadits yang seringkali mereka tampilkan adalah hadits-hadits mengenai dihalaunya sekumpulan orang Islam dari telaga Haudh-nya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pada hari akhir kelak, yang beliau menyebut sekumpulan orang tersebut dengan sebutan “Sahabat” beliau. Hadits-hadits mengenai hal ini telah tercatat di shahih Bukhari dan Muslim dan juga kitab hadits yang lainnya, diantaranya adalah seperti berikut ini:

7049 – حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ مُغِيرَةَ عَنْ أَبِي وَائِلٍ قَالَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ لَيُرْفَعَنَّ إِلَيَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لِأُنَاوِلَهُمْ اخْتُلِجُوا دُونِي فَأَقُولُ أَيْ رَبِّ أَصْحَابِي يَقُولُ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ

(9/46)

Telah menceritakan kepada kami Musa bin Ismail telah menceritakan kepada kami Abu Awanah dari Mughirah dari Abi Wail yang berkata Abdullah berkata Nabi SAW bersabda “Aku akan mendahului kalian sampai di Al Haudh dan akan dihadapkan kepadaku beberapa orang dari kalian. kemudian ketika aku memberi minum mereka, mereka terhalau dariku maka Aku bertanya “Wahai Rabbku mereka itu sahabat-sahabatku. Dia menjawab “engkau tidak tahu apa yang mereka perbuat sepeninggalmu”. [Shahih Bukhari 9/46 no 7049] diriwayatkan juga dalam Shahih Muslim 4/1796 no 2297.

6593 – حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ عَنْ نَافِعِ بْنِ عُمَرَ قَالَ حَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَتْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي عَلَى الْحَوْضِ حَتَّى أَنْظُرَ مَنْ يَرِدُ عَلَيَّ مِنْكُمْ وَسَيُؤْخَذُ نَاسٌ دُونِي فَأَقُولُ يَا رَبِّ مِنِّي وَمِنْ أُمَّتِي فَيُقَالُ هَلْ شَعَرْتَ مَا عَمِلُوا بَعْدَكَ وَاللَّهِ مَا بَرِحُوا يَرْجِعُونَ عَلَى أَعْقَابِهِمْ فَكَانَ ابْنُ أَبِي مُلَيْكَةَ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ أَنْ نَرْجِعَ عَلَى أَعْقَابِنَا أَوْ نُفْتَنَ عَنْ دِينِنَا { أَعْقَابِكُمْ تَنْكِصُونَ } تَرْجِعُونَ عَلَى الْعَقِبِ

(8/121)

Diriwayatkan oleh Asma’ binti Abu Bakar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Saya akan berdiri di atas telaga Haudh kemudian saya akan melihat beberapa orang akan datang kepadaku diantara kalian, dan beberapa manusia dihalau dariku, dan aku akan berkata, “Ya Rabb, mereka dariku, dari ummatku” Kemudian akan dikatakan “Apakah kamu mengetahui apa yang mereka perbuat sepeninggalmu? Demi Allah, mereka telah berbalik ke belakang (murtad). (Shahih Bukhari 8/121 No. 6593, Shahih Muslim 4/1794 No. 2293) 

Dan beberapa riwayat lagi yang maknanya senada dengan hadits-hadits di atas. Yaitu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam akan datang mendahului umatnya sampai di telaga Haudh, dan kemudian akan ada sekelompok orang yang beliau mengenal mereka sebagai umatnya datang mendekati telaga beliau untuk ikut minum air dari telaga beliau tersebut, tetapi tiba-tiba mereka dihalau oleh Malaikat, dan beliau akan berusaha membela mereka dengan mengatakan bahwa mereka adalah “sahabat” beliau, dalam riwayat lain “mereka dariku, dari golongan umatku” maka akan dikatakan kepada beliau bahwa “beliau tidak mengetahui apa yang mereka perbuat atau ada-adakan sepeninggal beliau”, dalam riwayat lain “sekelompok orang tersebut telah berbalik ke belakang (murtad) sepeninggal beliau”, “merubah ajaran agama sepeninggal beliau”. Kemudian beliau akan berkata kepada mereka : “menjauhlah”. Demikian ringkasan matan dari hadits-hadits tersebut.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, kaum Syi’ah menjadikan hadits-hadits tersebut (khususnya yang mengandung kata sahabat) sebagai alat untuk menyerang keadilan Para Sahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, mereka mengklaim bahwa yang dimaksud hadits-hadits di atas adalah para sahabat sejati Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam yang telah menemani dan berjuang bersama beliau, sehingga menurut mereka sepeninggal beliau sebagian besar sahabat telah murtad dari agamanya dan mengada-adakan hal-hal baru dalam agama kecuali hanya segelintir sahabat yang bisa dihitung dengan jari saja yang tidak demikian, sehingga di akhirat nanti mereka akan diusir dari telaga Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, dan salah satu yang menyebabkan hal itu adalah karena mereka telah menolak walayah Ali bin Abi Thalib ra. Benarkah demikian?

Di sini penulis akan mengkritisi pemahaman kaum Syi’ah terhadap hadits-hadits di atas, yang jika diteliti lebih dalam, sebenarnya pemahaman mereka adalah keliru.


Definisi Sahabat menurut Ahlus Sunnah

Kita mesti ingatkan terlebih dahulu kepada mereka mengenai definisi sahabat menurut Ahlus Sunnah yang masyhur:

Ibnu Hajar al-Asqalani asy-Syafi’i pernah berkata:

“Ash-Shabi (sahabat) ialah orang yang bertemu dengan Rasulullah SAW, beriman kepada beliau dan meninggal dalam keadaan Islam” 

Maka, orang yang meninggal dalam keadaan tidak Islam atau murtad bukanlah dikategorikan sahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Sehingga para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang banyak dipuji oleh Allah dan Rasul-Nya bukanlah yang dimaksud oleh hadits tersebut.

Karakteristik Sahabat Menurut Al-Qur’an
As-Suddi telah berkata dalam keterangannya tentang firman Allah Azza wa Jalla QS Ali-Imran : 110


كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنڪَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ‌ۗ وَلَوۡ ءَامَنَ أَهۡلُ ٱلۡڪِتَـٰبِ لَكَانَ خَيۡرً۬ا لَّهُم‌ۚ مِّنۡهُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَأَڪۡثَرُهُمُ ٱلۡفَـٰسِقُونَ (١١٠)

110. Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
As-Suddi mengatakan bahwa Umar bin Khattab r.a. telah berkata (mengenai penafsiran ayat ini), “Apabila Allah Swt. menghendaki, niscaya dia akan mengatakan antum maka (akan tercakup dalam pengertian kata ini) adalah kita seluruhnya. Akan tetapi Allah Swt. mengatakan-Nya dengan kata kuntumyang berarti ditujukan khusus kepada para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. dan orang-orang yang melakukan pekerjaan seperti yang dilakukan para sahabat. Mereka itulah “khairu ummat (sebaik-baik ummat) yang dikeluarkan untuk seluruh manusia.” Imam Ibnu Jarir juga telah meriwayatkannya dari Qatadah r.a. yang mana ia berkata, “Telah diceritakan bahwa Umar telah membaca ayat ini (Ali Imran ayat 101) kemudian dia berkata, “Wahai manusia, barangsiapa yang ingin digolongkan dalam ayat ini, maka hendaklah dia menunaikan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. dalam ayat tersebut. (Syarat tersebut adalah Amar ma’ruf nahi munkar. Pent)(HR. Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim, seperti yang disebutkan dalam kitab Kanzul ‘Ummaal jilid I halaman 238)

Maka, sebagian besar para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang telah dipuji oleh Allah sebagai khairu ummah bukanlah yang dimaksud oleh hadits tersebut.

Firman Allah QS At-Taubah : 100

وَٱلسَّـٰبِقُونَ ٱلۡأَوَّلُونَ مِنَ ٱلۡمُهَـٰجِرِينَ وَٱلۡأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحۡسَـٰنٍ۬ رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنۡہُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُ وَأَعَدَّ لَهُمۡ جَنَّـٰتٍ۬ تَجۡرِى تَحۡتَهَا ٱلۡأَنۡهَـٰرُ خَـٰلِدِينَ فِيہَآ أَبَدً۬ا‌ۚ ذَٲلِكَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ (١٠٠

100. Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.

Maka, Assabiqunal Awwalun dari kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik bukanlah yang dimaksud hadits di atas.

Firman Allah QS Al-Fath : 18

لَّقَدۡ رَضِىَ ٱللَّهُ عَنِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ إِذۡ يُبَايِعُونَكَ تَحۡتَ ٱلشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِى قُلُوبِہِمۡ فَأَنزَلَ ٱلسَّكِينَةَ عَلَيۡہِمۡ وَأَثَـٰبَهُمۡ فَتۡحً۬ا قَرِيبً۬ا (١٨

18. Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).

Hal ini dikuatkan dengan hadits :

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidak akan masuk neraka seorang-pun dari orang-orang yg berba’iat di bawah pohon (di Hudaibiyyah)”. [Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Muslim].

Maka, Para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang ikut berjanji setia di bawah pohon yang berjumlah sekitar 1,500 orang bukanlah termasuk yang dihalau dari telaga Haudh.

Firman Allah QS Al-Fath : 29

مُّحَمَّدٌ۬ رَّسُولُ ٱللَّهِ‌ۚ وَٱلَّذِينَ مَعَهُ ۥۤ أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلۡكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيۡنَہُمۡ‌ۖ تَرَٮٰهُمۡ رُكَّعً۬ا سُجَّدً۬ا يَبۡتَغُونَ فَضۡلاً۬ مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٲنً۬ا‌ۖ سِيمَاهُمۡ فِى وُجُوهِهِم مِّنۡ أَثَرِ ٱلسُّجُودِ‌ۚ ذَٲلِكَ مَثَلُهُمۡ فِى ٱلتَّوۡرَٮٰةِ‌ۚ وَمَثَلُهُمۡ فِى ٱلۡإِنجِيلِ كَزَرۡعٍ أَخۡرَجَ شَطۡـَٔهُ ۥ فَـَٔازَرَهُ ۥ فَٱسۡتَغۡلَظَ فَٱسۡتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِۦ يُعۡجِبُ ٱلزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِہِمُ ٱلۡكُفَّارَ‌ۗ وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ مِنۡہُم مَّغۡفِرَةً۬ وَأَجۡرًا عَظِيمَۢا (٢٩

29. Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.

Maka, para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dengan sifat-sifat di atas jelas-jelas mereka bukanlah yang dimaksud hadits tersebut.

Firman Allah dalam QS Al-Hasyr : 8

لِلۡفُقَرَآءِ ٱلۡمُهَـٰجِرِينَ ٱلَّذِينَ أُخۡرِجُواْ مِن دِيَـٰرِهِمۡ وَأَمۡوَٲلِهِمۡ يَبۡتَغُونَ فَضۡلاً۬ مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٲنً۬ا وَيَنصُرُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُ ۥۤ‌ۚ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلصَّـٰدِقُونَ (٨

8. (Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan RasulNya. Mereka itulah orang-orang yang benar.

Maka kaum Muhajirin adalah bukan yang dimaksud hadits tersebut.

Firman Allah dalam QS Al-Hasyr : 9

وَٱلَّذِينَ تَبَوَّءُو ٱلدَّارَ وَٱلۡإِيمَـٰنَ مِن قَبۡلِهِمۡ يُحِبُّونَ مَنۡ هَاجَرَ إِلَيۡہِمۡ وَلَا يَجِدُونَ فِى صُدُورِهِمۡ حَاجَةً۬ مِّمَّآ أُوتُواْ وَيُؤۡثِرُونَ عَلَىٰٓ أَنفُسِہِمۡ وَلَوۡ كَانَ بِہِمۡ خَصَاصَةٌ۬‌ۚ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفۡسِهِۦ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ (٩

Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.

Maka Kaum Anshar bukanlah yang dimaksud hadits tersebut.

Firman Allah dalam QS Al-Anfal : 74

وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَهَاجَرُواْ وَجَـٰهَدُواْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱلَّذِينَ ءَاوَواْ وَّنَصَرُوٓاْ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ حَقًّ۬ا‌ۚ لَّهُم مَّغۡفِرَةٌ۬ وَرِزۡقٌ۬ كَرِيمٌ۬ (٧٤

74. Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia.

Jelas sekali, berdasarkan ayat di atas Kaum Muhajirin dan Anshar bukanlah yang dihalau dari telaga Haudh.

Firman Allah dalam QS Al-Hujuraat : 7-8

وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ فِيكُمۡ رَسُولَ ٱللَّهِ‌ۚ لَوۡ يُطِيعُكُمۡ فِى كَثِيرٍ۬ مِّنَ ٱلۡأَمۡرِ لَعَنِتُّمۡ وَلَـٰكِنَّ ٱللَّهَ حَبَّبَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡإِيمَـٰنَ وَزَيَّنَهُ ۥ فِى قُلُوبِكُمۡ وَكَرَّهَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡكُفۡرَ وَٱلۡفُسُوقَ وَٱلۡعِصۡيَانَ‌ۚ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلرَّٲشِدُونَ (٧) فَضۡلاً۬ مِّنَ ٱللَّهِ وَنِعۡمَةً۬‌ۚ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ۬ (٨

7. Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu ‘cinta’ kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus,

8. sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Tidak mungkin mereka yang dimaksud oleh ayat tersebut yang dihalau dari telaga Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.

Dan masih banyak lagi sifat-sifat mengenai sahabat sejati Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang telah diabadikan oleh Allah Azza wa Jalla dalam Al-Qur’anul karim dan disebutkan melalui lisan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, dimana jelas mereka yang disebutkan dalam ayat-ayat tersebut tidak mungkin sebagai orang-orang yang akan dihalau dari telaga Haudh.



Keutamaan Para Sahabat Nabi SAW
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ

“Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3651, dan Muslim, no. 2533)

Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki kedudukan istimewa di sisi Allah Ta’ala. Mereka telah diberikan anugerah yang begitu besar yakni kesempatan bertemu dan menemani Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala telah memilih mereka untuk mendampingi dan membantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menegakkan agama-Nya. Orang-orang pilihan Allah ini, tentunya memiliki kedudukan istimewa di bandingkan manusia yang lain. Karena Allah Ta’ala tidak mungkin keliru memilih mereka.

‘Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

إِنَّ اللهَ نَظَرَ فِي قُلُوْبِ الْعِبَادِ فَوَجَدَ قَلْبَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرَ قُلُوْبِ الْعِبَادِ، فَاصْطَفَاهُ لِنَفْسِهِ فَابْتَعَثَهُ بِرِسَالَتِهِ، ثُمَّ نَظَرَ فِي قُلُوْبِ الْعِبَادِ بَعْدَ قَلْبِ مُحَمَّدٍ، فَوَجَدَ قُلُوْبَ أَصْحَابِهِ خَيْرَ قُلُوْبِ الْعِبَادِ فَجَعَلَهُمْ وُزَرَاءَ نَبِيِّهِ يُقَاتِلُوْنَ عَلَى دِيْنِهِ، فَمَا رَأَى الْمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ، وَمَا رَأَوْا سَيِّئًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ سَيِّئٌ

“Sesungguhnya Allah memperhatikan hati para hamba-Nya. Allah mendapati hati Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hati yang paling baik, sehingga Allah memilihnya untuk diri-Nya dan mengutusnya sebagai pembawa risalah-Nya. Kemudian Allah melihat hati para hamba-Nya setelah hati Muhammad. Allah mendapati hati para sahabat beliau adalah hati yang paling baik. Oleh karena itu, Allah menjadikan mereka sebagai para pendukung Nabi-Nya yang berperang demi membela agama-Nya. Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin (para sahabat), pasti baik di sisi Allah. Apa yang dipandang buruk oleh mereka, pasti buruk di sisi Allah.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Musnad, I/379, no. 3600. Syaikh Ahmad Syakir mengatakan bahwa sanadnya shohih).

Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang-orang yang paling tinggi ilmunya. Merekalah yang paling paham perkataan dan perilaku Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Merekalah manusia yang paling paham tentang Al-Qur’an, karena mereka telah mendampingi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala wahyu diturunkan, sehingga para sahabat benar-benar mengetahui apa yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Keberkahan Para Sahabat radhiyallahu ‘anhum
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melimpahan keberkahan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan para sahabat yang begitu taat dan besar cintanya kepada beliau. Tidak ada satupun Nabi maupun para raja yang mendapatkan keberkahan seperti ini dari umatnya.

‘Urwah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, tatkala dulu masih kafir, dia berkata kepada kaumnya dan menceritakan bagaimana para sahabat radhiyallahu ‘anhum begitu memuliakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia mengatakan, “Wahai kaumku! Demi Allah, sungguh aku telah datang kepada para raja. Aku telah bertemu Kaisar, Kisra, dan an-Najasyi. Demi Allah, aku tidak pernah melihat seorang raja pun yang diagungkan oleh para sahabatnya melebihi apa yang dilakukan para sahabat Muhammad kepada Muhammad. Demi Allah, tidaklah Muhammad membuang dahak melainkan dahak itu jatuh ke tangan salah seorang dari mereka, lalu dia mengusapkannya ke wajah dan kulitnya. Jika Muhammad memerintahkan sesuatu kepada mereka, niscaya mereka melaksanakannya dengan segera. Jika Muhammad berwudhu, mereka hampir berkelahi memperebutkan tetesan airnya. Jika mereka berbicara, mereka memelankan suara di hadapannya. Mereka tidak berani menatapnya karena penghormatan mereka yang besar kepadanya.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Kitab Asy-Syuruuth, V/329-332).

Bandingkanlah kemuliaan mereka dengan para sahabat Nabi Musa ‘alaihis salam. Tatkala Nabi Musa mengajak mereka untuk beriman, mereka mengatakan,

يَا مُوسَى لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى نَرَى اللهَ جَهْرَةً (55)

“Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan jelas.” (QS. Al-Baqarah: 55)

Demikian pula ketika mereka diajak berjuang di jalan Allah, mereka berkata kepada Nabi Musa ‘alaihis salam,

يَا مُوْسَى إِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا أَبَدًا مَا دَامُوْا فِيْهَا فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلاَ إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُوْنَ (24)

“… Pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja.” (QS. Al-Maidah: 24)
Padahal orang-orang yang Allah Ta’ala ceritakan dalam ayat ini adalah 70 orang terbaik dari kaumnya Nabi Musa. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

وَاخْتَارَ مُوْسَى قَوْمَهُ سَبْعِيْنَ رَجُلاً لِمِيْقَاتِنَا … (155)

“Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya..” (QS. Al-A’raaf: 155).
Ayat ini menunjukkan bahwa 70 orang ini adalah manusia terbaik dari Bani Israil dan manusia pilihan dari kaum Nabi Musa ‘alaihis salam. Akan tetapi, lihatlah sikap mereka kepada Nabinya, sampai-sampai Allah memberi teguran kepada mereka dengan bergetarnya bumi yang mereka pijak, sehingga Nabi Musa pun berkata kepada Allah Ta’ala,

أَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ السُّفَهَاءُ مِنَّا (155)

“Apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang berakal di antara kami?” (QS. Al-A’raaf: 155)
Nabi Musa alaihis salam menyebut mereka sebagai orang-orang yang  kurang akal (bodoh), sekali pun mereka adalah orang-orang pilihan dari kaumnya. Lantas, bagaimana menurut Anda dengan orang-orang yang bersama Nabi Musa, yang bukan pilihan?

Tentang penghormatan para sahabat radhiyallahu ‘anhum kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita tidak akan mendapatkan bandingannya selama-lamanya. Bagaimana mereka menundukkan pandangannya dan memelankan suara di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian pula bagaimana mereka begitu semangat meraih berkah dari riak dan sisa air wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sampai mereka berebut.

Kaum muslimin rahimakumullah, perlu kami ingatkan bahwa mengambil berkah dari riak dan air bekas wudhu ini hanya berlaku bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak berlaku pada orang lain. Tidak diperbolehkan seorang muslim mengambil berkah dari riak, sisa air wudhu atau sisa air minum ulama, kyai atau ustadznya. Oleh karena itu suatu kekeliruan jika para santri berebut sisa air minum kyainya karena dianggap ada berkah khusus pada minumannya. Semoga Allah memberikan hidayah-Nya kepada kita ke jalan yang lurus.

Antara Sahabat Sebelum dan Sesudah al-Fath
Ahlus Sunnah mengunggulkan sahabat yang berinfak dan berperang sebelum Fath, yakni perjanjian damai Hudaibiyah atas sahabat yang berinfak dan berperang sesudahnya.
Dalilnya adalah firman Allah, “Dan mengapa kamu tidak menafkahkan (sebagian hartamu) pada jalan Allah, padahal Allahlah yang mempusakai (mempunyai) langit dan bumi? Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan. Mereka lebih tingi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masingmasing mereka (balasan) yang lebih baik.” (Al-Hadid: 10).
Orang-orang yang berinfak dan berperang sebelum perdamaian Hudaibiyah lebih afdhal daripada orang-orang yang berinfak dan berperang setelahnya. Perdamaian Hudaibiyah terjadi pada bulan Dzulqa’dah tahun enam hijriyah. Orang-orang yang masuk Islam berinfak dan berperang sebelum itu adalah lebih baik daripada orang-orang yang berinfak dan berperang sesudahnya.

Antara Muhajirin dan Anshar
Ahlus Sunnah wal Jamaah mendahulukan Muhajirin di atas Anshar karena yang pertama menggabungkan antara hijrah dan nusroh (mendukung) sementara yang kedua hanya nusroh saja.
Muhajirin meninggalkan keluarga dan harta mereka serta tanah kelahiran mereka, mereka pindah ke bumi yang asing, semua itu adalah hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya demi menolong Allah dan Rasul-Nya.
Anshar, Nabi saw mendatangi mereka di negeri mereka, mereka menolong Nabi SAW, tanpa ragu mereka melindungi Nabi SAW seperti mereka melindungi istri dan anak-anak mereka.
Dalil didahulukannya Muhajirin adalah firman Allah, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah.” (At-Taubah: 100). Ayat ini menyebut Muhajirin sebelum Anshar.
Firman Allah, “Sesungguhnya Allah telah menerima taubat nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar.” (At-Taubah: 117). Ayat ini mendahulukan Muhajirin.

Derajat Ahli Badar
Derajat ahli Badar adalah derajat sahabat tertinggi. Badar adalah tempat yang dikenal terjadi padanya perang yang masyhur yang terjadi di Ramadhan tahun dua hijriyah, harinya diberi nama oleh Allah dengan Yaumul Furqan.
Penyebabnya adalah Nabi mendengar Abu Sufyan kembali dari Syam ke Makkah dengan rombongan dagangnya maka Nabi mengajak sahabat-sahabat untuk menghadang kafilah dagang tersebut. Ajakan Nabi ini disambut oleh tiga ratus ditambah belasan orang dengan tujuh puluh ekor unta dan dua ekor kuda. Mereka berangkat dari Madinah dengan maksud menghadang kafilah dagang akan tetapi Allah mempertemukan mereka dengan musuh mereka dengan hikmah-Nya.
Ketika hal itu didengar oleh Abu Sufyan, bahwa Nabi berangkat untuk menghadang kafilah dagangnya, maka Abu Sufyan mengambil jalan menyusuri pantai dan mengirimkan utusan kepada penduduk Makkah memohon bantuan, maka penduduk Makkah bresiap-siap, tidak ketinggalan para pembesar, pemimpin dan orang-orang terhormat, mereka berangkat dalam keadaan seperti yang dijelaskan oleh Allah, “Dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah.” (Al-Anfal: 47).
Di tengah perjalanan mereka mendapatkan berita baru dari Abu Sufyan bahwa kafilah dagangnya telah selamat maka mereka pun berniat untuk kembali ke Makkah hanya saja Abu Jahal berkata, “Demi Allah kita tidak pulang sebelum tiba di Badar, di sana kita singgah, menyembelih unta, minum khamr, mendengar suara penyanyi. Lalu orang-orang Arab mendengar apa yang kita lakukan dan mereka akan selalu merasa takut kepada kita.”
Ucapan yang menunjukkan keangkuhan, kesombongan dan kepercayaan diri yang tinggi, akan tetapi –alhamdulillah – perkaranya terjadi sebaliknya dari apa yang dikatakannya, orang- orang Arab mendengar kekalahan mereka yang sangat menyakitkan. Akibatnya harga mereka merosot tajam di mata orang-orang Arab.
Terjadilah perang antara dua kubu, -alhamdulillah- kekalahan berpihak kepada orang-orang musyrik dan kemenangan berpihak kepada orang-orang Mukmin. Mereka membunuh tujuh puluh orang musyrik dan menawan tujuh puluh dari mereka, di antara yang terbunuh tersebut ada dua puluh empat orang dari pembesar dan tokoh Makkah. Mereka diseret dan dilemparkan ke sumur busuk lagi buruk di Badar.
Sahabat-sahabat yang hadir dan ikut dalam perang ini  memiliki kedudukan khusus di sisi Allah setelah kemenangan tersebut, Allah melihat mereka dan berfirman (dalam hadist qudsi ) “Lakukan apa yang kalian mau lakukan karena Aku telah mengampuni kalian.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dosa apapun yang terjadi dari mereka diampuni untuk mereka karena kebaikan besar yang Allah berikan melalui tangan mereka. Hadits ini menunjukkan bahwa dosa apapun yang terjadi dari mereka diampuni. Ia mengandung berita gembira bahwa mereka tidak mati di atas kekufuran karena mereka diampuni, ini menuntut satu dari dua perkara: Bahwa mereka tidak mungkin kafir setelah ituatau kalaupun salah satu dari mereka ditakdirkan kafir maka dia akan diberi taufik untuk taubat dan kembali kepada Islam. Apapun, ini adalah berita gembira besar bagi mereka dan kita tidak mengetahui seorang pun yang kafir setelah itu.

Keutamaan Baiat Ridhwan
Allah Taala berfirman tentang sahabat yang membaiat dalam Baiat Ridhwan, “Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang Mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). Serta harta rampasan yang banyak yang dapat mereka ambil. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Fath: 18-19).
Allah mensifati mereka dengan iman, ini adalah rekomendasi dari Allah bahwa sahabat yang membaiat di bawah pohon adalah Mukmin yang diridhai dan Nabi sendiri telah bersabda, “Tidak masuk Neraka seseorang yang membaiat di bawah pohon.” Diriwayatkan oleh Bukhari.
Keridhaan ditetapkan oleh al-Qur’an dan keselamatan dari Neraka ditetapkan oleh Sunnah. Inilah keutamaan para sahabat yang hadir di Baiat Ridwan tersebut. Penyebab baiat ini adalah Nabi pergi ke Makkah hendak umrah, Beliau membawa hadyu dan diiringi sahabat-sahabatnya yang berjumlah seribu empat ratus orang, mereka hanya ingin umrah. Ketika mereka tiba di Hudaibiyah sebuah tempat dekat Makkah, ( sekarang daerah itu berada di jalan menuju Jeddah, sebagian daerahnya masuk ke dalam daerah Haram) orang-orang Makkah menghalang-halangi Rasulullah dan sahabatsahabatnya karena mereka merasa sebagai tuan rumah dan pelindung Ka’bah, Terjadilah antara mereka dengan Nabi negosiasi.
Allah Ta’ala berfirman, “Kenapa Allah tidak mengadzab mereka padahal mereka menghalangi orang untuk (mendatangi) Masjidil Haram, dan mereka bukanlah orangorang yang berhak menguasainya? Orangorang yang berhak menguasai(nya) hanyalah orang-orang yang bertakwa.” (Al-Anfal: 34).
Di peristiwa ini Allah menunjukkan kepada Nabi-Nya sebagian tanda-tanda kekuasaan-Nya yang menjadi hikmah bahwa akan lebih baik jika Rasulullah dan para sahabat mengalah karena ia mengandung kebaikan dan kemaslahatan, tanda tersebut adalah berhentinya unta Rasulullah, ia menolak untuk berjalan sampai mereka berkata, “Qaswa’ (nama unta yang dinaiki oleh Rasulullah ) menolak untuk berjalan.” Nabi membelanya, “Demi Allah, Qaswa’ tidak menolak berjalan, itu bukan tabiatnya akan tetapi ia dihentikan oleh yang menghentikan gajah.” Kemudian Nabi bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, mereka tidak memintaku suatu syarat di mana dengannya mereka mengagungkan batasanbatasan Allah, niscaya aku akan berikan kepada mereka.”Diriwayatkan oleh Bukhari.
Terjadilah proses negosiasi, Rasulullah mengirim Usman bin Affan untuk bernegosiasi, karena dia memiliki kerabat di Makkah yang melindunginya. Nabi mengutusnya ke Makkah untuk mengajak mereka masuk Islam dan menyampaikan bahwa Nabi hanya datang untuk umrah dan mengunjungi Ka’bah dan mengagungkan Allah Ta’ala. kemudian muncul isu bahwa Usman dibunuh. Hal itu membuat kaum muslimin bersedih, maka Rasulullah mengundang para sahabat untuk berbaiat. Rasulullah membaiat mereka untuk siap berperang melawan penduduk Makkah yang telah membunuh utusan Rasulullah (karena memang utusan itu tidak boleh dibunuh), maka sahabat membaiat Rasulullah untuk berperang dan tidak berlari dari kematian.

Kesaksian Surga Bagi Para Sahabat
Kepastian Surga ada dua macam : Berkait dengan sifat dan berkait dengan pribadi.
Pertama adalah kesaksian kepada setiap Mukmin bahwa dia di Surga, setiap orang yang bertakwa di Surga tanpa menentukan pribadi tertentu. Ini adalah kesaksian umum yang wajib kita lakukan karena Allah telah menyatakan demikian, firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih, bagi mereka Surga-Surga yang penuh kenikmatan, kekal mereka di dalamnya; sebagai janji Allah yang benar.” (Luqman: 8-9).
Kedua kesaksian yang berkait dengan pribadi tertentu. Seperti kita bersaksi bahwa fulan di Surga atau jumlah tertentu di Surga maka ini adalah kesaksian khusus, kita bersaksi bagi siapa pun di mana Rasulullah bersaksi untuknya baik itu untuk satu orang atau untuk orang-orang tertentu.
Contohnya adalah sepuluh orang sahabat yang dijamin masuk Surga, mereka dijuluki demikian karena Nabi menyebutkan nama-nama mereka dalam satu hadits. Mereka adalah Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Said bin Zaid, Saad bin Abu Waqqash, Abdur Rahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidullah, az-Zubair bin al-Awwam, Abu Ubaidah Amir bin al-Jarrah.
Mereka itulah orang-orang yang diberi berita gembira oleh Rasulullah dalam satu hadits, Beliau bersabda, “Abu Bakar di Surga, Umar di Surga …” Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at- Tirmidzi dan Ahmad. Oleh karena itu mereka dikenal dengan sepuluh orang yang dijamin Surga, kita wajib bersaksi bahwa mereka di Surga berdasarkan kesaksian Nabi.
Di antara sahabat yang dijamin surga adalah Tsabit bin Qais adalah khatib ( Sekretaris ) Nabi, dia bersuara lantang, ketika ayat ini turun, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.” (Al-Hujurat: 2). Tsabit bin Qais sangat gelisah dan ketakutan.Kemudian dia menghindar dan bersembunyi, sampai Rasulullah mengutus sahabat untuk mencari tahu tentang alasannya bersembunyi. Tsabit berkata, “Allah telah menurunkan ayat, -Dia membaca ayat di atas- Aku adalah orang yang mengangkat suara di atas suara Nabi, amalku terhapus, aku termasuk penghuni Neraka.” Laki-laki tersebut kembali kepada Nabi dan menyampaikan apa yang dikatakan Tsabit. Maka Nabi bersabda, “Kembalilah kepadanya, katakan kepadanya, ‘Kamu bukan termasuk penghuni Neraka akan tetapi kamu di Surga.” Diriwayatkan oleh Bukhari. Termasuk sahabat yang dijamin surga adalah Ummahatul Mukminin karena mereka dalam derajat Rasulullah, di antara mereka adalah Bilal, Abdullah bin Salam, Ukasyah bin Mihshan dan Saad bin Muadz.

Sahabat Terbaik
Dia adalah Abu Bakar ash-Shiddiq berdasarkan apa yang diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan lainnya dari Ibnu Umar berkata, “Kami memilih orang-orang di zaman Nabi, maka kami memilih Abu Bakar kemudian Umar bin al-Khattab kemudian Usman bin Affan.”
Dalam Shahih al-Bukhari bahwa Muhammad bin al-Hanafiyah berkata, “Aku berkata kepada bapakku,‘Siapa yang terbaik setelah Rasulullah?’ Dia menjawab, ‘Abu Bakar’. Aku bertanya, ‘Lalu siapa?’ Dia menjawab, ‘Kemudian Umar’. Aku takut dia berkata kemudian Usman maka aku berkata, ‘Kemudian engkau?’ Dia menjawab, ‘Aku hanyalah salah seorang dari kaum muslimin.”
Jika pada masa khalifah Ali berkata begitu, sebaik-baik umat setelah Nabi adalah Abu Bakar kemudian Umar maka tidak ada hujjah bagi orang-orang Rafidhah yang mendahulukan Ali di atas keduanya, Sahabat ( Ali bin Abi Thalib ) yang mereka dahulukan di atas Abu Bakar ash-Shidiq dan Umar bin Khattab justru mendahulukan keduanya.
Imam Malik berkata, “Aku tidak melihat seorang pun yang ragu dalam mendahulukan keduanya.” Asy-Syafi’i berkata, “Para sahabat dan tabiin tidak berbeda pendapat dalam mendahulukan Abu Bakar dan Umar.”
Abu Bakar sebagai sahabat terbaik merupakan ijma’ umat, barangsiapa menyimpang dari ijma’ ini maka dia telah mengikuti jalan selain jalan orang-orang Mukmin.
Jadi tidak ada perbedaan di antara Ahlus Sunnah bahwa orang pertama umat ini setelah Nabi saw adalah Abu Bakar, orang kedua adalah Umar, lalu siapa orang ketiga dan keempatnya?
Sebelum Ahlus Sunnah bersepakat bahwa Usman bin Affan berada di nomor tiga dan Ali bin Abi Thalib di nomor empat, mereka terlebih dulu berbeda pendapat menjadi empat pendapat. Pendapat yang masyhur : Abu Bakar ash-Shidiq kemudian Umar bin Khattab kemudian Usman bin Affankemudian Ali bin Abi Thalib. Pendapat kedua: kemudian kemudian kemudian diam. Pendapat ketiga: kemudian kemudian kemudian Usman. Pendapat keempat : kemudian kemudian tidak berpendapat mana yang lebih afdhal atau ?
Pendapat pertama merupakan pendapat akhir Ahlus Sunnah wal Jamaah. Mereka berkata : Umat terbaik setelah Nabi adalah Abu Bakar kemudian Umar kemudian Usman kemudian Ali sesuai urutan mereka dalam memegang khilafah. Inilah yang benar.
Perbandingan antara Usman dengan Ali bukan termasuk prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah di mana penyelisihnya dinyatakan sesat. Siapa yang berkata, “Ali lebih utama daripada Usman.” Maka Ahlus Sunnah tidak mengatakan dia sesat, karena sebelumnya ada sebagian dari Ahlus Sunnah yang berpendapat demikian.



Kemuliaan Hati Para Sahabat
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang untuk bertanya kepada para istri beliau.
Mereka menjawab, “Kami hanya punya air.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Siapa berkenan menerima orang ini sebagai tamunya?” Maka seorang laki-laki dari Anshar (yakni Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu) mengatakan, “Saya bersedia.”

Lalu dia pulang membawa tamunya ke rumah. Dia berkata kepada istrinya, “Muliakanlah tamu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Istrinya berkata, “Tapi kita tidak mempunyai makanan apa pun selain makanan anak-anak.”
Laki-laki itu berkata kepada istrinya, “Siapkan makanan, nyalakan lampu, tidurkanlah anak-anakmu jika kami hendak makan malam.” Maka istrinya menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan menidurkan anak-anaknya.
Kemudian istrinya berdiri seolah-olah hendak memperbaiki lampunya, namun justru memadamkannya. Lalu laki-laki itu bersama istrinya menampakkan kepada tamunya bahwa mereka berdua juga ikut makan (padahal tidak makan). Di malam itu, keduanya bermalam dalam keadaan menahan lapar.
Di pagi hari, laki-laki itu berangkat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tadi malam Allah takjub kepada perbuatan kalian berdua. Maka Allah Ta’ala menurunkan (firman-Nya):

وَيُؤْثِرُوْنَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوْقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ (9)

“Dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang orang yang beruntung.” (QS.  Al-Hasyr: 9). (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3798 dan Muslim, no. 2054)

Kedermawanan dan sifat mulia ini bukan hanya milik beberapa orang saja. Namun inilah sifat para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.


Bagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengenali umat beliau di hari Kiamat ?

Kalau bukan mereka lalu siapakah orang-orang yang disebut oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dengan “sahabat-sahabatku” tetapi ternyata mereka dihalau dari telaga beliau? Mari kita cermati hadits-hadits lain yang berkaitan dengan hadits telaga haudh di atas, yang ternyata riwayat-riwayat tersebut saling menjelaskan dan melengkapi.

Rasulullah mengenal umatnya di hari kiamat melalui tanda-tanda putih cemerlang pada anggota badan bekas wudhu mereka yaitu wajah, tangan dan kaki mereka, hal ini menunjukkan bahwa hadits-hadits tersebut berkenaan dengan umat Islam secara keseluruhan (umat Islam generasi pertama sampai terakhir) bukan hanya umat Islam pada masa sahabat saja.

بَاب فَضْلِ الْوُضُوءِ وَالْغُرُّ الْمُحَجَّلُونَ مِنْ آثَارِ الْوُضُوءِ
136 – حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ خَالِدٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ عَنْ نُعَيْمٍ الْمُجْمِرِ قَالَ رَقِيتُ مَعَ أَبِي هُرَيْرَةَ عَلَى ظَهْرِ الْمَسْجِدِ فَتَوَضَّأَ فَقَالَ إِنِّي سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ أُمَّتِي يُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ آثَارِ الْوُضُوءِ فَمَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ

(1/39)

Nu’aim al-Mujmir r.a. berkata, “Saya naik bersama Abu Hurairah ke atas masjid. Ia berwudhu lalu berkata, ‘Sesungguhnya aku pernah mendengar Nabi bersabda, ‘Sesungguhnya pada hari kiamat nanti umatku akan dipanggil dalam keadaan putih cemerlang dari bekas wudhu. Barangsiapa yang mampu untuk memperlebar putihnya, maka kerjakanlah hal itu.” (Shahih Bukhari 1/39 No. 136).

36 – ( 247 ) حدثنا سويد بن سعيد وابن أبي عمر جميعا عن مروان الفزاري قال ابن أبي عمر حدثنا مروان عن أبي مالك الأشجعي سعد بن طارق عن أبي حازم عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال
Y إن حوضي أبعد من أيلة من عدن لهو أشد بياضا من الثلج وأحلى من العسل باللبن ولآنيته أكثر من عدد النجوم وإني لأصد الناس عنه كما يصد الرجل إبل الناس عن حوضه قالوا يا رسول الله أتعرفنا يومئذ ؟ قال نعم لكم سيما ليست لأحد من الأمم تردون علي غرا محجلين من أثر الوضوء

(1/217)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “(Panjang sisi) telagaku lebih jauh jaraknya antara Ailah dan ‘Adn (keduanya adalah nama tempat), lebih putih dari salju, lebih manis daripada madu yang dicampur susu, bejana-bejananya lebih banyak dari jumlah bintang-bintang, dan aku benar-benar akan menghalangi manusia darinya sebagaimana seorang yang menghalangi unta milik orang lain dari telaganya. Para shahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apakah engkau mengenali kami waktu itu?” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, kalian memiliki tanda yang tidak dimiliki oleh umat-umat yang lain. Kalian datang kepadaku dengan anggota wudhu yang putih bersinar dari bekas wudhu”. (Shahih Muslim 1/217 No. 36)

39 – ( 249 ) حدثنا يحيى بن أيوب وسريج بن يونس وقتيبة بن سعيد وعلي بن حجر جميعا عن إسماعيل بن جعفر قال ابن أيوب حدثنا إسماعيل أخبرني العلاء عن أبيه عن أبي هريرة
Y أن رسول الله صلى الله عليه و سلم أتى المقبرة فقال السلام عليكم دار قوم مؤمنين وإنا إن شاء الله بكم لاحقون وددت أنا قد رأينا إخواننا قالوا أولسنا إخوانك يا رسول الله ؟ قال أنتم أصحابي وإخواننا الذين لم يأتوا بعد فقالوا كيف تعرف من لم يأت بعد من أمتك يا رسول الله ؟ فقال أرأيت لو أن رجلا له خيل غر محجلة بين ظهري خيل دهم بهم ألا يعرف خيله ؟ قالوا بلى يا رسول الله قال فإنهم يأتون غرا محجلين من الوضوء وأنا فرطهم على الحوض ألا ليذادن رجال عن حوضي كما يذاد البعير الضال أناديهم ألا هلم فيقال إنهم قد بدلوا بعدك فأقول سحقا سحقا

(1/218)

Hadis riwayat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menziarahi kuburan. Beliau berdoa: “Semoga keselamatan tetap dilimpahkan kepadamu, hai kaum yang mukmin dan kami, insya Allah akan menyusulmu”. Aku senang apabila aku dapat bertemu dengan saudara-saudaraku. Para sahabat bertanya: Bukankah kami saudara-saudaramu, wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Engkau adalah sahabat-sahabatku, sedang saudaraku adalah orang-orang yang belum datang setelahku. Mereka bertanya lagi: Bagaimana engkau dapat mengenal umatmu yang belum datang di masa ini? Beliau bersabda: Tahukah engkau, seandainya ada seorang lelaki memiliki kuda yang bersinar muka, kaki dan tangannya kemudian kuda itu berada di antara kuda-kuda hitam legam, dapatkah ia mengenali kudanya? Mereka menjawab: Tentu saja dapat, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Sesungguhnya umatku akan datang dengan wajah, kaki dan tangan yang bersinar, bekas wudhu. Aku mendahului mereka datang ke telaga. Ingat! Beberapa orang akan dihalang-halangi mendatangi telagaku, sebagaimana unta hilang yang dihalang-halangi. Aku berseru kepada mereka: Kemarilah! Lalu dikatakan: Sesungguhnya mereka telah mengganti (ajaranmu) sesudahmu. Aku berkata: Semoga Allah menjauhkan mereka.(Shahih Muslim 1/218 No. 39).

2443 – حدثنا أحمد بن محمد بن علي بن نيزك البغدادي حدثنا محمد بن بكار الدمشقي حدثنا سعيد بن بشير عن قتادة عن الحسن عن سمرة قال Y قال رسول الله صلى الله عليه و سلم إن لكل نبي حوضا وإنهم يتباهون أيهم أكثر واردة وإني أرجو أن أكون أكثرهم واردة

“Sesungguhnya setiap Nabi memiliki haudh, mereka membanggakan diri, siapa diantara mereka yang paling banyak peminumnya (pengikutnya), dan aku berharap akulah yang paling banyak pengikutnya” (HR. At Tirmidzi no. 2443, dari sahabat Samurah radhiyallaHu ‘anHu, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Shahiih Sunan at Tirmidzi no. 1988)

Perhatikanlah hadits-hadits di atas, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam akan dapat mengenali umatnya di hari kiamat dari tanda putih cemerlang pada anggota badan bekas wudhu yang ada pada mereka.

Perhatikan juga pada hadits Muslim No. 39 dan hadits Tirmidzi No. 2443 di atas, beliau sedang membicarakan umat yang akan datang sesudah masa sahabat, sehingga jelaslah bahwa orang-orang yang akan dihalau dari telaga Haudh itu adalah sebagian umat Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam secara umum, tidak bisa dikatakan hanya tertuju pada umat Islam masa sahabat saja, tetapi juga umat Islam sesudah jaman sahabat sampai hari kiamat yang melakukan perbuatan seperti itu (bid’ah dan murtad). Padahal kita juga tahu bahwa umat Islam sesudah generasi sahabat adalah juga termasuk umat sepeninggal Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam.

Keterangan mengenai bagaimana Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam mengenal umat-nya dalam hadits Muslim di atas juga mengindikasikan bahwa “pengenalan beliau terhadap umatnya” di sini bukanlah berarti beliau mengenal mereka atau pernah bertemu mereka saat di dunia, tetapi Rasul shalallahu ‘alaihi wasallam mengenal mereka sebagai umat beliau adalah dari tanda-tanda bekas wudhu mereka di dunia yang begitu tampak jelas dan beliau sangat mengetahuinya bahwa tanda-tanda tersebut hanya ada ada pada umat beliau, dan itulah jawaban beliau terhadap pertanyaan sahabat tentang bagaimana beliau akan mengenali umatnya di hari kiamat. Sedangkan pembelaan beliau kepada sekelompok orang tersebut dengan perkataan “mereka adalah sahabat-sahabatku” adalah dalam rangka membela mereka karena beliau merasa mereka adalah bagian dari umat beliau dan di saat beliau masih hidup di dunia beliau menganggap umat Islam disekitar beliau adalah sahabat-sahabat beliau. Allahu A’lam.

Seandainyapun dikatakan bahwa mereka yang dihalau dari telaga Haudh adalah orang-orang pada masa Sahabat, maka Sahabat dalam pengertian Syar’i tidaklah termasuk sahabat yang diusir dari telaga Haudh berdasarkan tanzih dari ayat-ayat Al-Qur’an maupun As-Sunnah yang telah dijelaskan di atas, tetapi, kita telah mengetahui dari sirah dan sejarah yang shahih bahwa sebagian orang-orang Arab yang telah masuk Islam ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam masih hidup (yang Rasulullah mengenal sebagian dari mereka dan mereka-pun mengenal Rasulullah) telah menjadi murtad dan sebagian dari mereka tidak mau membayar zakat selang tidak lama setelah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam wafat. Maka mereka-lah yang lebih layak dihalau dari telaga Haudh pada hari kiamat nanti dan justru para sahabat sejati Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dibawah komando khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu lah yang telah memerangi kaum murtad tersebut sampai ke akar-akarnya dan mengembalikan kejayaan Islam saat itu.

Sebutan “sahabatku” oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam terhadap mereka bisa dipahami dalam pengertian sebagai sahabat beliau dalam agama, menunjukkan kasih sayang beliau terhadap umatnya dan antusias beliau di hari kiamat dalam membela umatnya. Dan hal tersebut juga menunjukkan bahwa kedudukan sebagai sahabat Nabi adalah kedudukan yang mulia oleh karenanya beliau menggunakan sebutan “sahabat” untuk membela umatnya. Sedangkan para “sahabat sejati” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bukanlah orang-orang yang diusir dari telaga Haudh berdasarkan penjelasan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah dan justru mereka-lah yang telah berjasa dalam mengembalikan kejayaan Islam dan menyelamatkan umat dari kemurtadan.




Dalam Syarh Shahih Muslim, Al Imam An Nawawi menerangkan bahwa kalimat yang menyebutkan “ Engkau tidak tahu apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu“ termasuk masalah yang diperselisihkan oleh para ulama tentang apa maksudnya menjadi beberapa pendapat diantaranya:

1. Yang dimaksud (orang-orang yang terusir) adalah kaum munafikin dan orang-orang murtad.
2. Mereka yang hidup di zaman Nabi Shallallahu alaihi wa sallam kemudian murtad sepeninggal beliau(seperti pengikut Musailamah Al kadzab nabi palsu yang mengaku nabi setelah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam wafat).
3. Pelaku maksiat dan dosa besar yang mati di atas tauhid serta ahli bid’ah yang belum sampai keluar dari Islam.

Al Hafidz Ibnu Abdil Barr mengatakan “Semua yang mengada-adakan perkara baru (Bid’ah) dalam Islam termasuk golongan yang diusir dari telaga, misalnya kaum Khowarij, Rafidhoh dan semua pengikut hawa nafsu. Demikian pula orang-orang yang zalim, melakukan kejahatan, merampas hak dan terang-terangan melakukan dosa besar. Mereka ini dikhawatirkan termasuk golongan yang dimaksud dalam berita hadist-hadist ini“

Imam Bukhari rahimahullah mengatakan (Kitab Ar Raqaq bab 53/6212)
“Telah bercerita kepada kami Sa’id bin Abi Maryam katanya “Muhammad bin Mutharrif telah bercerita kepada kami, katanya “Abu Hazim telah bercerita kepadaku dari Sahl bin Sa’d, katanya“Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda“ Sesungguhnya aku mendahului kalian di telaga. Siapa yang mendatangiku dia tentu meminumnya dan siapa yang meminumnya, tidak akan merasa haus selama-lamanya. Sungguh akan datang kepadaku beberapa kaum yang saya mengenal mereka dan merekapun mengenaliku, kemudian dihalangi antara saya dengan mereka“

“Kata Abu Hazim” Nu’man bin Abi Ayyasy mendengar saya, lalu berkata” begitukah kamu dengar dari Sahl?” Maka Saya katakan“Ya“ Lalu diapun berkata“ Saya bersaksi atas Abu Said Al Khudri bahwa saya mendengarnya dan menambahkan bahwa beliau bersabda“Lalu saya katakan sesungguhnya mereka bagian dariku.Lalu dikatakan kepadaku“Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu, maka saya berkata“Jauhlah.Jauhlah orang-orang yang telah merubah-rubah sepeninggalku“ (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Al Fitan bab 1/6643) Imam Muslim dalam Al Fadlail bab 9/2291)

Penjelasan:

Imam Bukhari mengatakan dalam kitab Ar Raqaq, kata Ibnu Abbas, suhqon artinya bu’dan (jauh) dikatakan sahiiq sama dengan ba’iid (jauh). Ashaqahu artinya ab’adahu ( menjauhkan)

Hadist ini dan hadist sebelumnya menerangkan shahihnya penakwilan mereka yang berpendapat bahwa yang terusir adalah orang-orang murtad. Sehingga karena itulah dikatakan “Jauhlah. Jauhlah.“Dan ini tidak dikatakan kepada mereka diberi syafa’at dan diperhatikan. Demikian nukilan Imam An Nawawi dari Qadli Iyadl tentang makna “yang terusir “dalam Syarh Shahih Muslim. Dan dikatakan pula mereka yang durhaka, murtad dari sikap Istiqomah bukan murtad dari agama Islam. Mereka ini dianggap merubah atau menukar amalan saleh dengan kejelekan. Yang kedua ialah mereka yang murtad kembali kepada kekafiran secara hakiki.

Imam Ath Thabrani rahimahullah mengatakan dalam (Al Ausath 5/113 no 4216)

“Telah bercerita kepada kami ’Ali bin Abdillah Al Fargani’, katanya “Telah mengabarkan kepada kami Harun bin Musa Al Farawi katanya“ Telah mengabarkan kepada kami Abu Dlamrah Anas bin ’Iyadl dari Humaid dari Anas Radiyallahu anhu katanya Rasulullah Shallalahu alaihi wa sallam bersabda “Dua golongan dari umatku yang tidak akan mendatangi telaga (Haudl) dan tidak akan masuk surga, Al Qodariyah dan Al Murji’ah“ (Derajat hadist ini shahih. Dikuatkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dan katanya “wajib diletakkan dalam Silsilah Ash Shahihah“ (Ash Shahihah no 2748) ada syahidnya (penguatnya) dari hadist Abu Laila yang diriwayatkan oleh ibnu Abi Ashim rahimahullah dalam As Sunnah 949)
Syeikh Muhammad Al Wushabi Al Abdali (Al Haudl Al Yaumul Ma’aad) mengatakan “Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam “Mereka tidak akan masuk surga“, maksudnya dalah masuk surga lebih dahulu (pertama kali sebelum mereka dimasukkan ke dalam neraka). 

Sebagaimana sabda beliau juga tentang hadist Ibnu mas’ud dalam Shahih Muslim (no 91) “Tidak akan masuk surga siapa saja yang di dalam hatinya menyimpan kesombongan meskipun sebesar biji sawi” (Yakni yang dimaksud masuk yang pertama kali)

Begitu juga dalam banyak riwayatnya Imam Al Bukhari menyebutkan lafadz murtad dalam riwayat-riwayatnya diantaranya di dalam Al Anbiya bab 11/3171 disebutkan

“...Lalu dikatakan kepada saya“ Sesungguhnya mereka terus menerus murtad kembali kebelakang sejak engkau meninggalkan mereka“

begitu pula dalam Ar Raqaq Bab 53/6214 disebutkan “...Sesungguhnya mereka telah murtad sepeninggalmu berbalik mundur kebelakang“

maka dari semua penjelasan diata tertolaknya syubhat yang biasa dilemparkan oleh Syiah Rafidhoh kepada orang-orang awwam dari kaum muslimin yang mereka membawakan hadist Nabi dengan hawa nafsu mereka untuk mengkafirkan dan mencaci maki para sahabat Nabi Radiyallahu anhum, padahal jelas para sahabat nabi disebutkan oleh Allah di dalam surat Al Qur’an:

“Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang –orang yang mengikuti mereka dengan baik,Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung“ (Qs At Taubah : 100)

kemudian di dalam banyak hadist pun dijelaskan tentang keutamaan mereka Radiyallahu anhum bahkan disebutkan pula jaminan Surga dari Nabi kepada sepuluh orang utama diantara mereka. Maka wajar jika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sendiri bersabda ; “Kalian wajib berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin” (Hadist riwayat Imam Abu Daud dan Tirmidzi).

Bahkan ketika terjadi perpecahan diantara ummat beliau menerangkan bahwa keselamatan adalah mengikuti pemahaman Beliau Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya 

“Dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan semua masuk neraka kecuali satu. Beliau ditanya : ‘Siapa mereka wahai Rasulullah ?’ Jawaban beliau : ‘Mereka adalah orang-orang yang berada di atas apa yang aku dan sahabatku berada di atasnya” [Abu Dawud 4586, Tirmidzi 2640, Ibnu Majah 3991 Ahmad 2/332]

Semoga Allah selalu membimbing kita untuk menuntut ilmu syar’i sesuai Al Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman salafusshalih, dan menjauhkan kita dari kebid’ahan dan kemaksiatan agar kita tidak termasuk orang-orang yang terusir dari telaga (Haudl) Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Sebagaimana yang disebutkan tentang sifat-sifat mereka (orang-orang yang terusir dari telaga Nabi)

“Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu, maka saya berkata“Jauhlah.Jauhlah orang-orang yang telah merubah-rubah sepeninggalku“ (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Al Fitan bab 1/6643) Imam Muslim dalam Al Fadlail bab 9/2291)

mereka mempunyai karakter mengubah-ubah ajaran Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam membuat bid’ah-bid’ah dan mengikuti hawa nafsu mereka.

“Barang siapa melakukan suatu amal yang tidak ada contohnya dari kami, maka amalan itu tertolak.” (HR Mutafaqun ‘alaih) 

Dan telah jelas bahwa dien ini telah sempurna sebagaimana yang Allah Ta’ala firmankan : 
"Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan Aku sempurnakan nikmat-Ku kepadamu dan Aku ridha Islam menjadi agamamu" (Al Maidah:3). 

Maka Al Imam Malik rahimahullah berkata ketika menafsirkan ayat ini: "Tidak akan baik umat yang belakangan ini kecuali dengan sesuatu yang telah membuat baik umat terdahulu (yakni para shahabat radiyallahu’anhum)".

Kesimpulan : 

Berdasarkan hadits-hadits di atas, orang-orang yang dihalau dari telaga Haudh, mereka adalah beberapa orang dari umat (mantan umat jika mereka telah murtad) Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam yang berbuat seperti yang disifatkan oleh hadits tersebut (berbuat bid’ah atau Murtad sepeninggal beliau) sampai hari kiamat, jadi tidak dikhususkan tertuju pada umat di masa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam saja.

Mereka dikenal oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berdasarkan tanda-tanda dari bekas wudhu mereka sewaktu di dunia yang membedakan dengan umat-umat lainnya, sehingga beliau pada saat itu mengira mereka adalah umat beliau dan menyebut mereka dengan “sahabatku”, “dari-ku (golonganku)”, “dari ummatku” dalam rangka membela mereka, tetapi ternyata mereka adalah umat Islam yang mengada-adakan sesuatu yang baru (bid’ah) sepeninggal beliau atau mereka yang telah berbalik ke belakang (murtad dari agama Islam) sepeninggal beliau, sehingga mereka dihalau dari mendekati telaga Haudh.

Terjadinya kemurtadan sepeninggal beliau yang kemudian berhasil dipadamkan oleh sahabat-sahabat sejati beliau di bawah pimpinan khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.

Para sahabat sejati yang Allah dan Rasul-Nya telah menjadi saksi atas keutamaan mereka bukanlah orang-orang yang dihalau dari telaga Haudh.

Maka syubhat kaum Syi’ah bahwa orang-orang yang akan dihalau dari telaga Haudh adalah para sahabat sejati Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam jelas sekali tidak benar.

Akhirnya, semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan kita sebagai bagian dari Umat nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam yang diterima di telaga Haudh dan termasuk orang-orang yang mendapatkan syafa’at dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Amin Ya Rabbal ‘alamin.

No comments:

Post a Comment